BAB
I
Pendidikan
dan Konflik Sosial di Sekolah
A. Pendidikan
Definisi pendidikan dapat kita telusuri dari kata
pembentuknya. Pendidikan adalah kata didik yang mendapat imbuhan ‘pe’ dan ‘an’.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, didik memiliki arti ‘memelihara
dan memberi latihan mengenai akhlak dan kecerdasan. Sedangkan definisi
pendidikan sendiri adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
pelatihan. Jadi dalam hal ini definisi pendidikan adalah proses atau perbuatan
mendidik.
Definisi pendidikan juga
dapat kita lihat pada berbagai literatur dan gagasan yang disampaikan oleh
banyak ahli. Misalnya Ki Hajar Dewantara (1889 – 1959) mempunyai pendapat mengenai
definisi pendidikan. Menurut Bapak Pendidikan Nasional Indonesia ini pendidikan
adalah “Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan budi pekerti (
karakter, kekuatan bathin), pikiran (intellect) dan jasmani anak-anak selaras
dengan alam dan masyarakatnya”.
Pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan negara.
Berdasarkan definisi di
atas, ditemukan 3 (tiga) pokok pikiran utama yang terkandung di dalamnya,
yaitu: (1) usaha sadar dan terencana; (2) mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya; dan (3)
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. Di bawah ini akan dipaparkan secara singkat
ketiga pokok pikiran tersebut.
Pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Secara nasional, pendidikan
merupakan sarana yang dapat mempersatukan setiap warga negara menjadi suatu
bangsa. melalui pendidikan, setiap peserta didik difasilitasi, dibimbing dan
dibina untuk menjadi warganegara yang menyadari dan merealisasikan hak dan kewajibannya.
Pendidikan juga merupakan alat yang ampuh untuk menjadikan setiap peserta didik
dapat duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi.
Dari berbagai definisi
pendidikan diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau
pertolongan yang diberikan oleh orang dewasa kepada perkembangan anak untuk
mencapai kedewasaannya dengan tujuan agar anak cukup cakap melaksanakan tugas
hidupnya sendiri tidak dengan bantuan orang lain.
B. Konflik
Konflik dilatarbelakangi
oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi.
perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik,
kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan
dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan
situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang
tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat
lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu
sendiri.
Konflik bertentangan dengan
integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat.
Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang
tidak sempurna dapat menciptakan konflik.
1. Pengertian
Konflik berasal dari kata
kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik
diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga
kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya
atau membuatnya tidak berdaya.
Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) konflik diartikan sebagai percekcokan, perselisihan atau
pertentangan. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial
antara dua orang atau lebih (atau juga kelompok) yang berusaha menyingkirkan
pihak lain dengan cara menghancurkan atau membuatnya tak berdaya.
Soerjono Soekanto : Suatu
proses sosial individu atau kelompok yang berusaha memenuhi tujuannya dengan
jalan menentang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan atau kekerasan.
Gillin and Gillin : konflik
adalah bagian dari sebuah proses sosial yang terjadi karena adanya
perbedaan-perbedaan fisik, emosi , kebudayaan dan perilaku.
Lewis a. Coser : adalah
perselisihan mengenai nilai nilai atau tuntutan tuntutan berkenaan dengan
status, kuasa dan sumber sumber kekayaan yang persediaannya terbatas.
Leopod Von Wiese :suatu
proses sosial dimana orang perorangan atau kelompok manusia berusaha untuk
memenuhi apa yang menjadi tujuannya dengan jalan menentang pihak lain disertai
dengan ancaman dan kekerasan.
Duane Ruth-hefelbower
:adalah kondisi yang terjadi ketika dua pihak atau lebih menganggap ada
perbedaan posisi yang tidak selaras, tidak cukup sumber dan tindakan salahsatu
pihak menghalangi, atau mencampuri atau dalam beberapa hal membuat tujuan pihak
lain kurang berhasil.
2. Pandangan
tentang konflik
a. Tradisional:
konflik negatif karena dapat merusak solidaritas sosial.
b. Modern:
konflik positif karena hidup menjadi dinamis.
c. Netral:
konflik merupakan hal yang wajar karena manusia berbeda-beda sehingga akan
timbul konflik
3. Faktor-faktor
Penyebab Konflik
Soejono Soekanto
mengemukakan 4 faktor penyebab terjadinya konflik yaitu :
perbedaan antarindividu,
perbedaan kebudayaan , perbedaan kepentingan dan perubahan sosial.
a. Perbedaan
antarindividu
Merupakan perbedaan yang
menyangkut perasaan, pendirian, atau ide yang berkaitan dengan harga diri,
kebanggan, dan identitas seseorang.
Sebagai contoh terdapat
siswa yang ingin suasana belajar tenang tetapi siswa yang lain ingin belajar
sambil bernyanyi, karena menurut siswa tersebut belajar sambil bernyanyi itu
sangat mundukung. Kemudian timbul amarah dalam siswa yang lain. Sehingga
terjadi konflik.
b. Perbedaan
Kebudayaan
Kepribadian seseorang
dibentuk oleh keluarga dan masyarakat . tidak semua masyarakat memiliki
nilai-nilai dan norma yang sama. Apa yang dianggap baik oleh satu masyarakat
belum tentu baik oleh masyarakat lainnya.
Interaksi sosial
antarindividu atau kelompok dengan pola kebudayaan yang berlawanan dapat
menimbulkan rasa amarah dan benci sehingga berakibat konflik.
c. Perbedaan
Kepentingan
Setiap kelompok maupun
individu memiliki kepentingan yang berbeda pula. Perbedaan kepentingan itu
dapat menimbulkan konflik diantara mereka.
d. Perubahan
Sosial
Perubahan yang terlalu cepat
yang terjadi pada suatu masyarakat dapat mengganggu keseimbangan sistem nilai
dan norma yang berlaku, akibatnya konflik dapat terjadi karena adanya
ketidaksesuaian antara harapan individu dengan masyarakat.
Sebagai contoh kaum muda
ingin merombak pola perilaku tradisi masyarakatnya, sedangkan kaum tua ingin
mempertahankan tradisi dari nenek moyangnya. Maka akan timbulah konflik
diantara mereka.
C. Konflik
di sekolah
Terdapat berbagai bentuk
konflik, berikut ini adalah macam-macam konflik yang dapat terjadi
Menurut Lewis A. Coser
konflik dibedakan menjadi 2 yaitu :
o Konflik
realistis berasal dari kekecewaan individu atau kelompok terhadap sistem atau
tuntutan yang terdapat dalam hubungan sosial.
o Konflik
nonrealistis adalah konflik yang bukan berasal dari tujuan-tujuan persaingan
yang antagonis(berlawanan), melainkan dari kebutuhan pihak-pihak tertentu untuk
meredakan ketegangan.
Berdasarkan kedua bentuk
konflik diatas Lewis A. Coser membedakannya lagi kedalam dua bentuk konflik
berbeda, yaitu :
o Konflik
In-group adalah konflik yang terjadi dalam kelompok itu sendiri
o Konflik
Out-Group adlah konflik yang terjadi antara suatu kelompok dengan kelompok
lain.
Menurut Soerjono Soekanto
konflik dibedakan menjadi 5 bentuk, yaitu :
Konflik atau pertentangan
pribadi, Konflik atau pertentangan rasial, Konflik atau pertentangan antar
kelas-kelas sosial, Konflik atau pertentangan politik, dan Konflik
atau pertentangan yang bersifat internasional
a. Berdasarkan
Sifatnya Konflik dibagi menjadi 2, yaitu
· Konflik
destruktif, merupakan konflik yang muncul karena adanya perasaan tidak senang ,
rasa benci dan dendam dari seseorang ataupun kelompok orang . Pada titik
tertentu konflik ini dapat merusak atau menghancurkan sebuah hubungan.
· Konflik
konstruktif, merupakan konflik yang bersifat fungsional, konflik ini muncul
karena adanya perbedaan pendapat dari kelompok-kelompok dalam menghadapi suatu
permasalahan. Konflik ini menghasilkan konsesus dari perbedaan pendapat menuju
sebuah perbaikan.
b. Berdasrkan
posisi pelaku yang berkonflik
· Konflik
vertikal, konflik antar komponen masyarakat didalam suatu struktur yang
bersifat hirarkis
· Konflik
horisontal,konflik antara individu atau kelompok yang memiliki kedudukan
relatif sama.
· Konflik
diagonal, merupakan konflik yang terjadi karena adanya ketidakadilan aloksi
sumber daya ke seluruh organisasi sehingga menimbulkan pertentangan ekstrim,
contoh konflik poso
c. Berdasarkan
sifat pelaku yang berkonflik
· Konflik
terbuka, merupakan konflik yang diketahui semua pihak, contoh konflik antara
Israel dengan Palestina
· Konflik
tertutup, konflik yang hanya diketahui oleh orang-orang atau kelompok yang
terlibat konflik
d. Berdasarkan
konsentrasi aktivitas Manusia di dalam masyarakat:
· Konflik
sosial, merupakan konflik yang terjadi akibat adanya perbedaan kepentingan
sosial dari pihak yang berkonflik. Konflik sosial dibedakan menjadi dua,yaitu :
· Konflik
sosial vertikal : konflik yang terjadi antara masyarakat dengan negara.
Konflik sosial horisontal :
konflik yang terjadi antar etnis, suku atau agama
D. Upaya
penyelesaian konflik di sekolah
Konflik tidak akan terjadi
apabila masyarakat dapat dikendalikan dengan baik, sehingga kerugian akibat
dari konflik dapat ditekan sedemikian rupa. Ada tiga macam bentuk pengendalian
konflik sosial, yaitu:
1. Konsoliasi.
Merupakan bentuk pengendalian
konflik sosial yang utama. Pengendalian ini terwujud melalui lembaga tertentu
yang memungkinkan tumbuhnya pola diskusi dan pengambilan keputusan. Pada
umumnya, bentuk konsiliasi terjadi pada masyarakat politik. Lembaga parlementer
yang di dalamnya terdapat berbagai kelompok kepentingan akan menimbulkan
pertentangan-pertentangan. Untuk menyelesaikan permasalahan ini, biasanya
lembaga ini melakukan pertemuan untuk jalan damai. Untuk dapat berfungi dengan
baik dalam melakukan konsiliasi, maka ada empat hal yang harus dipenuhi yaitu:
a. Lembaga
tersebut merupakan lembaga yang bersifat otonom.
b. Kebudayaan
lembaga tersebut harus bersifat monopolitis.
c. Peran
lembaga tersebut harus mengikat kepentingan semua kelompok.
d. Peran
lembaga tersebut harus bersifat demokratis.
2. Mediasi
Merupakan pengendalian
konflik yang dilakukan dengan cara membuat konsensus di antara dua pihak yang
bertikai untuk mencari pihak ketiga yang berkedudukan netral sebagai mediator
dalam penyelesaian konflik. Pengendalian ini sangat berjalan efektif dan mampu
menjadi pengendalian konflik yang selalu digunakan oleh masyarakat. Misalnya
pada konflik berbau sara di Poso, dimana pemerintah menjadi mediator
menyelesaikan konflik tersebut tanpa memihak satu sama lainnya.
3. Arbitasi
Merupakan pengendalian
konflik yang dilakukan dengan cara kedua belah pihak yang bertentangan
bersepakat untuk menerima atau terpaksa hadirnya pihak ketiga yang memberikan
keputusan untuk menyelesaikan konflik. Ketiga jenis pengendalian konflik ini
memiliki daya kemampuan untuk mengurangi atau menghindari kemungkinan
terjadinya ledakan sosial dalam masyarakat.
Cara lain sebagai wujud
penyelesaian konflik yaitu dengan cara produktif dan cara non produktif.
1. Cara
produktif :
a. Withdrawal
(penarikan), yaitu menunggu sambil berusaha memahami
situasi, setelah kira-kira mampu dan yakin dapat berhasil, baru
melangkah untuk mengatasinya.
b. Assertif
(tegas), yaitu berusaha mengatasi secara tegas dan dengan cara yang baik, serta
berusaha membina hubungan yang baik dengan pihak lain ditandai dengan adanya
kemauan baik untuk saling mengerti dan memahami alasan, pertimbangan, dan
kepentingan pihak lain.
c. Adjusting
(menyesuaikan), yaitu berusaha menyesuaikan diri dengan pihak lain.
2. Cara
tidak produktif:
a. Avoidance
(penghindaran), yaitu menghindar dari konflik.
b. Force
(kekuatan, paksaan), yaitu menggunakan kekuatan fisik, ancaman, teror, dan
paksaan.
c. Mengabaikan
adanya konflik karena menganggap konflik tersebut tidak penting.
d. Blame
(menyalahkan), yaitu menyalahkan orang lain karena sumber konflik tidak jelas.
e. Silencers
(peredam), yaitu bersikap supaya orang lain diam dengan cara menangis,
menggunakan kata sarkasme yang menyinggung masalah pribadi.
Cara Menyelesaikan Konflik
(Akomodasi)
a. majority
rule : keputusan yang diambil berdasarkan suara terbanyak dalam voting. Contoh
: Ketika para siswa hendak mengadakan widyawisata, terjadilah perbedaan dalam menentukan
objek. Untuk mencapai kata mufakat diadakan voting.
b. conciliation
(konsiliasi) : mempertemukan pihak-pihak yang bertikai untuk membuat
kesepakatan bersama.
c. stalemate
: berhenti pada titik tertentu karena kekuatan seimbang.
d. elimination
: pengunduran diri salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.
e. integration
: mempertimbangkan kembali pendapat-pendapat sampai diperoleh suatu keputusan
yang memaksa semua pihak.
f. arbitrasi
: mengundang pihak ketiga yang memberikan keputusan. Keputusan mengikat pihak
yang konflik. Contoh : Mahkamah Konstitusi (MK) mengambil keputusan tentang sah
atau tidaknya suatu pasal dalam undang-undang yang menjadi sengketa di antara
lembaga-lembaga negara.
g. mediasi
: mengundang pihak ketiga untuk memberikan nasihat.
h. kompromi
: mengurangi tuntutan.
i. toleransi
: menghargai perbedaan.
j. koersi
: paksaan.
E. Dampak
Sebuah Konflik
Dampak sebuah konflik
memiliki 2 sisi yang berbeda yaitu dilihat dari segi positif dan dari segi
negatif.
Segi positif dari konflik
adalah sebagai berikut:
· Konflik
dapat memperjelas aspek-aspek kehidupan yang belum jelas atau masih belum
tuntas di telaah.
· Konflik
memungkinkan adanya penyesuaian kembali norma-norma, nila-nilai, serta
hubungan-hubungan sosial dalam kelompok bersangkutan dengan kebutuhan individu
atau kelompok.
· Konflik
meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok yang sedang mengalami konflik
dengan kelompok lain.
· Konflik
merupakan jalan untuk mengurangi ketergantungan antarindividu dan kelompok.
· Konflik
dapat membantu menghidupkan kembali norma-norma lama dan menciptakan norma
baru.
· Konflik
dapat berfungsi sebagai sarana untuk mencapai keseimbangan antara
kekuatan-kekuatan yang ada di dalam masyarakat.
· Konflik
memunculkan sebuah kompromi baru apabila pihak yang berkonflik berada dalam
kekuatan yang seimbang.
Segi negatif dari konflik :
· Keretakan
hubungan antarindividu dan persatuan kelompok.
· Kerusakan
harta benda dan hilangnya nyawa manusia.
· Berubahnya
kepribadian para individu.
· Munculnya
dominasi kelompok pemenang atas kelompok yang kalah.
Permasalahan dalam dunia
pendidikan
1. Kekerasan
Kekerasan dalam institusi
pendidikan dapat terjadi ketika komunitas pendidikan di dalam sekolah dalam
hubungan sosialnya tidak selamanya berjalan mulus karena setiap individu
memiliki kecenderungan kepribadian masing-masing, memiliki latar belakang
budaya, agama, masing-masing dan tidak selalu interaksi yang dilakukan
menyenangkan.
Kekerasan atau intimidasi sudah sering menjadi kasus dalam suatu sekolah. Intimidasi tersebut tidak hanya dilakukan oleh siswa namun juga melibatkan warga sekolah yang lain. Seperti:
- intimidasi siswa kepada siswa lain,
- intimidasi guru kepada siswa, sesama guru dan orang tua,
- intimidasi karyawan pada guru dan siswa,
- intimidasi kepala sekolah pada guru, karyawan, siswa, dan orag tua,
- serta intimidasi orang tua pada guru, karyawan sekolah, kepala sekolah dan anak-anak mereka.
Kekerasan dalam sekolah sudah terjadi semenjak siswa tersebut masuk dalam sekolah. Biasanya terjadi pada saat MOS( masa orientasi siswa). Dalam MOS tersebut banyak senior yang mengintimidasi siswa baru dan kebanyakan dengan tindakan kekerasan sehingga bnayak menimbulkan korban karena tidak hanya menyakiti fisik saja namun juga mentalnya, bahkan pada beberapa sekolah hingga terdapat siswa yang meninggal dunia.
Solusi dari tindak kekerasan tersebut adalah dengan membangun lembaga swadaya pendidikan bagi siswa yang tetangkap karena perilaku kekerasan. Dalam lembaga tersebut menekankan pada latihan fisik dengna pendekatan klasikal. Atau dengan metode ceramah tentang perilaku yang baik.
2. Putus
Sekolah
Putus sekolah merupakan
predikat bagi peserta didik yang tidak mampu menamatkan pendidikannya pada
jenjang tertentu sehingga tidak dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang
berikutnya.
Beberapa faktor yang melatar
belakangi seorang anak putus sekolah yaitu:
a. Ekonomi,
biasanya seorang anak dari keluarga yang kurang mampu menjadi putus sekolah
krena ketidakmampuan orang tua dalam membiayai pendidikan anaknya sehingga
mereka terpaksa harus putus sekolah.
b. Konflik,
seorang siswa mungkin meresa tidak nyaman dengan teman sebayanya atau seniornya
karena suatu konflik di sekolah tersebut, misalnya mereka mempunyai musuh atau
melakukan perbuatan yang melanggar aturan disekolah.
c. Tindakan
kriminal, misalnya seorang siswa yang berurusan dengan pihak yang berwajib
karena melakukan tindakan kriminal sehingga berdampak pada pendidikannya
sehingga siswa tersebut putus sekolah atau bahkan dikeluarkan dari sekolah.
d. Akses
yang sulit, biasanya hal ini terjadi peada daerah terpencil dimana seorang
siswa harus menempuh jarak yang jauh dan medan yang sulit untuk mencapai
sekolahnya sehingga banyak diantra mereka yang memilih untuk tidak bersekolah
lagi.
e. Bencana
Alam, faktor alam juga mempengruhi seorang anak putus sekolah. Misalnya terjasi
gempa bumi, banjir, gunung meletus, tsunami yang dapat menghancurkan sekolah
mereka sehingga mereka mennjadi putus sekolah.
Solusi dari kasus ini adalah
dengan
a. Langkah
preventiv, yaitu dengan membekali peserta didik dengan keterampilan-keterampilan
yang praktis dan bermanfaatsejak dini.
b. Langkah
pembinaan, yaitu dengan membekali peserta didik dengan pengetahuan-pengetahuan
perkembangan zaman melalui lembaga sosial.
c. Langkah
tindak lanjut, yaitu dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada mereka
untuk lebih maju dan berkehidupan yang lebih baik dalam masyarakat.
3. Kenakalan
Remaja
Menurut Prof. Dr. Fuad Hasan
bahwa kenakalan remaja yaitu perbuatan anti sosial yang dilakukan oleh anak
atau remaja yang apabila dilakukan oleh orang dewasa maka dinamakan tindak
kejahatan.
Beberapa contoh kenakalan
remaja:
a. Ngebut,
yaitu mengendarai kendaraan bermotor dengan melampaui batas maksimal sehingga
mengganggu dan membahayakan pengendara yang lain.
b. Peredaran
pornografi dikalangan pelajar
c. Anak
yang suka merusak barang orang lain
d. Membentuk
geng dengan norma yang menyeramkan
e. Berpakaian
dengan mode yang tidak selaras dengna lingkungan serta tidak enak dipandang
Beberapa penyebab kenakalan
remaja:
a. Lingkungan
keluarga yang tidak harmonis, sehingga seorang anak kurang perhatian dan kasih
sayang dan menyalurkan kekecewaan tersebut dengan mencari kegiatan yang negatif
diluar keluarganya
b. Situasi,
keadaan rumah tangga, sekolah dan lingkungan yang menjemuhkan dan membosankan
yang seharusnya menyengakan.
c. Lingkungan
masyarakat yang kurang menentu bagi prospek kehidupan mendatang.
Seperti lingkungan korupsi, manipulasi.
Seperti lingkungan korupsi, manipulasi.
Kebijakan yang digunakan
untuk mengatasi kenakalan remaja tersebut adalah dengan:
a. Menciptakan
suasana keluarga yang harmonis dan penuh kasih sayang sejak dini.
b. Disekolah,
hendaknya kultur atau budaya, kritis, akademis, serta kreatif dibina dengan
maksimal agar terbentuk kestabilan emosi sehingga tidak mudah mengguncang dan
menimbulkan akses-akses yang mengarah pada perbuatan yang berbahaya serta
bersifat kenakalan.
c. Lingkungan,
sebaiknya semua lapisan masyarakat serta tokoh-tokoh masyarakat seperti pemuka
agama, pemerintah daerah, penguasa setempat, penegak hukum, tenaga medis,
pendidik, psikiater, organisasi sosial, dan sebagainya secara padu mengambil
andil dalam terbentuknya masyarakat yang lebih terprogram.
BAB
II
PENDIDIKAN
DAN KONFLIK SOSIAL DI SEKOLAH
A.
Pengertian Pendidikan
Dalam arti sederhana, pendidikan bisa diartikan sebagai proses
sosialisasi, yakni usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuaidengan
nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan. Dalam perkembangannya,
istilah pendidikan diartikan sebagai bimbingan atau pertolongan yang diberikan
dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa.
Dalam Undang-Undang System Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Bab I Pasal I, dikatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, mengendalikan diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Pada bab 2 pasal 3 dijelaskan, Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Dalam Undang-Undang System Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Bab I Pasal I, dikatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, mengendalikan diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Pada bab 2 pasal 3 dijelaskan, Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
B.
Arti dan Dinamika Konflik Sosial di Sekolah
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti
saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses
sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak
berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak
berdaya. Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu
dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah
menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan
lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi
sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak
satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau
dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan
hilangnya masyarakat itu sendiri.
Sementara itu, konflik sosial bisa diartikan menjadi dua hal. Pertama, perspektif atau sudut pandang yang menganggap konflik selalu ada dan mewarnai segenap aspek interaksi manusia dan struktur sosial. Kedua, konflik sosial merupakan pertikaian terbuka seperti perang, revolusi, pemogokan, dan gerakan perlawanan. Soerjono Soekanto menyebutkan konflik sebagai pertentangan atau pertikaian, yaitu suatu proses individu atau kelompok yang berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan, disertai dengan ancaman dan atau kekerasan.
Dalam lingkungan sekolah, konflik social bisa diartikan sebagai pertentangan atau pertikaian antara satu individu atau kelompok dengan individu atau kelompok lain yang terjadi di lingkungan sekolah. Bila kelompok kelas mengejar suatu tujuan dan mendapatkan suatu rintangan, maka timbullah perilaku agresif, disinilah terjadi konflik pada diri mereka. Hal ini berhubungan erat dengan motivasi. Semakin besar motivasi untuk mendapatkan tujuan, bila mendapat rintangan, semakin besar pula konflik yang akan terjadi. Begitu pula semakin besar rintangan yang mereka jumpai dalam mencapai tujuan semakin besar pula agresif mereka.
Konflik dan agresif ditunjukkan oleh kelompok dalam kondisi tertentu. Hukuman yang diantisipasi merupakan suatu gangguan dari seseorang atau kelompok. Bila hukuman Nampak bagi mereka lebih lemah daripada pelanggaran, maka pelanggaran tersebut akan diteruskan.
Konflik dalam kelompok lebih dapat dihalangi oleh mereka yang mempunyai status tinggi daripada berstatus rendah. Misalnya perkelahian anak dapat dihentikan oleh gurunya, tetapi tidak dapat dihentikan oleh teman yang sebaya. Kelompok yang terorganisasi menunjukkan reaksi agresif yang lebih bersifat langsung daripada kelompok yang tidak terorganisasi, seperti lebih bersifat menyerang dan sebagainya. Sebab kelompok yang terorganisasi punya kesatuan perasaan yang lebih besar dan lebih kompak menerima cara bertindak. Sedang kelompok yang tidak diorganisasi sebaliknya.
Cukup sukar untuk mencari sebab-sebab permusuhan atau konflik sebab seringkali sedikit atau tidak ada hubungan antara reaksi permusuhan dengan orang atau kondisi yang menunjukkan permusuhan tersebut. Seringkali antara kedua variable itu tidak rasional. Antar lain konflik terjadi karena kelompok tidak dapat mengidentifikasi sumber problem.
Sementara itu, konflik sosial bisa diartikan menjadi dua hal. Pertama, perspektif atau sudut pandang yang menganggap konflik selalu ada dan mewarnai segenap aspek interaksi manusia dan struktur sosial. Kedua, konflik sosial merupakan pertikaian terbuka seperti perang, revolusi, pemogokan, dan gerakan perlawanan. Soerjono Soekanto menyebutkan konflik sebagai pertentangan atau pertikaian, yaitu suatu proses individu atau kelompok yang berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan, disertai dengan ancaman dan atau kekerasan.
Dalam lingkungan sekolah, konflik social bisa diartikan sebagai pertentangan atau pertikaian antara satu individu atau kelompok dengan individu atau kelompok lain yang terjadi di lingkungan sekolah. Bila kelompok kelas mengejar suatu tujuan dan mendapatkan suatu rintangan, maka timbullah perilaku agresif, disinilah terjadi konflik pada diri mereka. Hal ini berhubungan erat dengan motivasi. Semakin besar motivasi untuk mendapatkan tujuan, bila mendapat rintangan, semakin besar pula konflik yang akan terjadi. Begitu pula semakin besar rintangan yang mereka jumpai dalam mencapai tujuan semakin besar pula agresif mereka.
Konflik dan agresif ditunjukkan oleh kelompok dalam kondisi tertentu. Hukuman yang diantisipasi merupakan suatu gangguan dari seseorang atau kelompok. Bila hukuman Nampak bagi mereka lebih lemah daripada pelanggaran, maka pelanggaran tersebut akan diteruskan.
Konflik dalam kelompok lebih dapat dihalangi oleh mereka yang mempunyai status tinggi daripada berstatus rendah. Misalnya perkelahian anak dapat dihentikan oleh gurunya, tetapi tidak dapat dihentikan oleh teman yang sebaya. Kelompok yang terorganisasi menunjukkan reaksi agresif yang lebih bersifat langsung daripada kelompok yang tidak terorganisasi, seperti lebih bersifat menyerang dan sebagainya. Sebab kelompok yang terorganisasi punya kesatuan perasaan yang lebih besar dan lebih kompak menerima cara bertindak. Sedang kelompok yang tidak diorganisasi sebaliknya.
Cukup sukar untuk mencari sebab-sebab permusuhan atau konflik sebab seringkali sedikit atau tidak ada hubungan antara reaksi permusuhan dengan orang atau kondisi yang menunjukkan permusuhan tersebut. Seringkali antara kedua variable itu tidak rasional. Antar lain konflik terjadi karena kelompok tidak dapat mengidentifikasi sumber problem.
C.
Contoh-contoh konflik di sekolah
1. Munculnya kelompok-kelompok atau geng
Geng merupakan salah satu dari kelompok sosial yang dapat tercipta dalam lingkungan sekolah hal ini dapat terjadi disebabkan karena pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial yang tidak mungkin dapat hidup sendiri di dunia. Terlebih lagi Sekolah Menengah Atas yang muridnya merupakan remaja yang secara psikologi kemampuan berpikir mereka sedang berkembang, memperluas pergaulan sesama siswa dan berpaling kepada teman sebaya yang lebih mengerti kondisi emosi kita. sehingga tidak menerima lagi masukan orang tua secara mentah-mentah .dan sekolah merupakan tempat kedua mereka setelah dirumah karena sebagian waktu mereka dalam sehari mereka habiskan di sekolah. jadi sangat memungkinkan sekolah menjadi sarana untuk hal tersebut.
Geng merupakan salah satu dari kelompok sosial yang dapat tercipta dalam lingkungan sekolah hal ini dapat terjadi disebabkan karena pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial yang tidak mungkin dapat hidup sendiri di dunia. Terlebih lagi Sekolah Menengah Atas yang muridnya merupakan remaja yang secara psikologi kemampuan berpikir mereka sedang berkembang, memperluas pergaulan sesama siswa dan berpaling kepada teman sebaya yang lebih mengerti kondisi emosi kita. sehingga tidak menerima lagi masukan orang tua secara mentah-mentah .dan sekolah merupakan tempat kedua mereka setelah dirumah karena sebagian waktu mereka dalam sehari mereka habiskan di sekolah. jadi sangat memungkinkan sekolah menjadi sarana untuk hal tersebut.
Faktor penyebab munculnya geng pelajar di sekolah antaralain
sebagai berikut :
a. Pengawasan kegiatan anak setelah kegiatan di sekolah yang
masih kurang.
b. Kurangnya kegiatan di luar akademik yang sesuai dengan bakat dan minat remaja.
c. Peraturan yang kadang membuat siswa bosan dan memilih hal-hal yang menghindar dari peraturan tersebut.
d. Munculnya orang-orang di luar lingkungan pendidikan yang mempengaruhi dengan memberikan pengetahuan-pengetahuan negatif sehingga terbentuk geng.
e. Pencarian jati diri untuk menunjukkan kekuatan dan kekuasaan.
b. Kurangnya kegiatan di luar akademik yang sesuai dengan bakat dan minat remaja.
c. Peraturan yang kadang membuat siswa bosan dan memilih hal-hal yang menghindar dari peraturan tersebut.
d. Munculnya orang-orang di luar lingkungan pendidikan yang mempengaruhi dengan memberikan pengetahuan-pengetahuan negatif sehingga terbentuk geng.
e. Pencarian jati diri untuk menunjukkan kekuatan dan kekuasaan.
2. Fenomena tawuran antar pelajar
Tawuran antar pelajar mungkin sudah menjadi hal yang biasa belakangan ini. Media masa selalu memberitakan tentang fenomena yang terjadi diantara para remaja yang masih menempuh pendidikan. Waktu yang seharusnya mereka lakukan untuk belajar justru mereka gunakan untuk saling menyerang satu sama lain. Tawuran antar pelajar ini semakin menjadi semenjak dibentuknya geng-geng, rasa persahabatan yang kuat membuat mereka merasa bagaikan satu tubuh. Apabila ada anggota yang mendapat masalah, maka seluruh anggota akan ikut turun tangan untuk menyelesaikannya. Yang menjadi masalah adalah emosi yang belum stabil pada usia mereka. Masalah yang semula kecil bisa berakibat fatal karena dihadapi dengan penuh emosi.
Penyebab terjadinya tawuran antar pelajar antara lain:
a. Sebab terkecil yang melatar belakangi tawuran yaitu saling ejek satu sama lain, hingga kemudian diantara mereka ada yang tidak terima lalu mereka menyerang kubu yang lain.
b. Dendamnya seorang siswa, hingga ia berusaha untuk membalas perlakuan yang disebabkan oleh siswa sekolah yang dianggap telah merugikan seorang siswa atau mencemarkan nama baik sekolah.
c. Tingkat kestresan dalam menghadapi materi pelajaran. Seperti yang diketahui bahwa materi pelajaran yang ada di sekolah cukup bannyak dan berat. Akhirnya stress yang mereka alami itu mereka tumpahkan dalam bentuk yang tidak terkendali yaitu tawuran.
d. Factor lain adalah lemahnya pemahaman tentang agama serta aplikasinya. Mereka tidak tertarik dengan hal keagamaan, sehingga pemahaman mereka kurang. Selain itu, mereka tidak diajarkan untuk aktik mempraktekkan materi yang mereka dapat. Mereka hanya mengetahui teori dan lemah dalam hal praktek.
Tawuran antar pelajar mungkin sudah menjadi hal yang biasa belakangan ini. Media masa selalu memberitakan tentang fenomena yang terjadi diantara para remaja yang masih menempuh pendidikan. Waktu yang seharusnya mereka lakukan untuk belajar justru mereka gunakan untuk saling menyerang satu sama lain. Tawuran antar pelajar ini semakin menjadi semenjak dibentuknya geng-geng, rasa persahabatan yang kuat membuat mereka merasa bagaikan satu tubuh. Apabila ada anggota yang mendapat masalah, maka seluruh anggota akan ikut turun tangan untuk menyelesaikannya. Yang menjadi masalah adalah emosi yang belum stabil pada usia mereka. Masalah yang semula kecil bisa berakibat fatal karena dihadapi dengan penuh emosi.
Penyebab terjadinya tawuran antar pelajar antara lain:
a. Sebab terkecil yang melatar belakangi tawuran yaitu saling ejek satu sama lain, hingga kemudian diantara mereka ada yang tidak terima lalu mereka menyerang kubu yang lain.
b. Dendamnya seorang siswa, hingga ia berusaha untuk membalas perlakuan yang disebabkan oleh siswa sekolah yang dianggap telah merugikan seorang siswa atau mencemarkan nama baik sekolah.
c. Tingkat kestresan dalam menghadapi materi pelajaran. Seperti yang diketahui bahwa materi pelajaran yang ada di sekolah cukup bannyak dan berat. Akhirnya stress yang mereka alami itu mereka tumpahkan dalam bentuk yang tidak terkendali yaitu tawuran.
d. Factor lain adalah lemahnya pemahaman tentang agama serta aplikasinya. Mereka tidak tertarik dengan hal keagamaan, sehingga pemahaman mereka kurang. Selain itu, mereka tidak diajarkan untuk aktik mempraktekkan materi yang mereka dapat. Mereka hanya mengetahui teori dan lemah dalam hal praktek.
D.
Penanganan Konflik
Bila kelompok menunjukkan agresif atau permusuhan, langkah
pertama yang harus diambil oleh guru adalah menganalisa situasi. Setelah tahu
akar permasalahanya, yang terpenting adalah segera mencari soluri. Dalam hal
ini semua pihak harus ikut berperan, yaitu keluarga, sekolah, masyarakat dan
pemerintah.
1. Peranan keluarga dalam penyelesaian masalah ini.
a. Pendidikan yang mendasar di mulai di rumah. Orangtua harus
aktif menjaga emosi anak. Pola mendidik sebaiknya juga harus diubah. Orangtua
tidak seharusnya mendikte anak, namun memberi keteladanan.
b. Selain itu, tidak mengekang anak untuk melakukan sesuatu dan biarkan mereka berekspresi selama masih dalam batas yang wajar.
c. Menghindari kekerasan dalam rumah tangga sehingga tercipta kondisi rumah yang nyaman dan kondusif. Yang tidak kalah penting adalah membatasi anak-anak dalam melihat tayangan televisi yang mengandung unsur kekerasan. Orangtua harus pandai memilih tontonan yang positif bagi anak sehingga dapat dijadikan teladan. Membatasi anak usia remaja memang lebih sulit, karena setiap informasi dapat mereka akses dari manapun.
d. Penanaman nilai-nilai keagamaan semenjak dini perlu dilakukan, sehingga anak akan dapat membentengi diri mereka dari hal negative apabila tidak berada dilingkunagn keluarga.
b. Selain itu, tidak mengekang anak untuk melakukan sesuatu dan biarkan mereka berekspresi selama masih dalam batas yang wajar.
c. Menghindari kekerasan dalam rumah tangga sehingga tercipta kondisi rumah yang nyaman dan kondusif. Yang tidak kalah penting adalah membatasi anak-anak dalam melihat tayangan televisi yang mengandung unsur kekerasan. Orangtua harus pandai memilih tontonan yang positif bagi anak sehingga dapat dijadikan teladan. Membatasi anak usia remaja memang lebih sulit, karena setiap informasi dapat mereka akses dari manapun.
d. Penanaman nilai-nilai keagamaan semenjak dini perlu dilakukan, sehingga anak akan dapat membentengi diri mereka dari hal negative apabila tidak berada dilingkunagn keluarga.
2. Peranan sekolah sangat penting dalam penyelesaian masalah
ini.
a. Untuk meminimalkan konflik, sekolah harus membuat tata tertib
yang ketat agar siswa bisa lebih disiplin.
b. Selain itu juga diperlukan peran BK dalam pembinaan mental siswa. BK membantu menemukan solusi bagi siswa yang mendapat masalah. Sehingga hal-hal yang dapat memicu terjadinya konflik dapat dicegah.
c. Mengkondisikan suasana yang ramah dan penuh kasih sayang. Guru tidak hanya berperan sebagai penyalur pengetahuan, namun juga berperan sebagai orangtua yakni mendidik.
d. Menyediakan fasilitas untuk menyalurkan energy siswa. Contohnya meyediakan kegiatan ekstrakurikuler bagi siswa. Pada usia remaja energy mereka tinggi, sehingga perludisalurkan lewat kegiatan yang positif sehingga tidak mengarah pada hal yang merugikan.
b. Selain itu juga diperlukan peran BK dalam pembinaan mental siswa. BK membantu menemukan solusi bagi siswa yang mendapat masalah. Sehingga hal-hal yang dapat memicu terjadinya konflik dapat dicegah.
c. Mengkondisikan suasana yang ramah dan penuh kasih sayang. Guru tidak hanya berperan sebagai penyalur pengetahuan, namun juga berperan sebagai orangtua yakni mendidik.
d. Menyediakan fasilitas untuk menyalurkan energy siswa. Contohnya meyediakan kegiatan ekstrakurikuler bagi siswa. Pada usia remaja energy mereka tinggi, sehingga perludisalurkan lewat kegiatan yang positif sehingga tidak mengarah pada hal yang merugikan.
3. Peranan masyarakat dalam penyelesaian masalah.
a. Masyarakat memberikan ruang bagi remaja untuk berekspresi.
b. Mengapresiasi tindakan-tindakan positif yang dilakukan remaja.
c. Memberikan keteladanan diluar lingkup keluarga.
b. Mengapresiasi tindakan-tindakan positif yang dilakukan remaja.
c. Memberikan keteladanan diluar lingkup keluarga.
4. Peranan pemerintah dalam penyelesaian masalah.
a. Dalam penyeleggaraan kegiatan ekstrakulikuler di sekolah
membutuhkan dana. Sehingga pemerintah harus memberikan subsidi untuk
meningkatkan sarana dan prasrana kegiatan tersebut.
b. Pemerintah harus tegas menerapkan sanksi hukuman. Memberikan efek jera pada siswa yang melanggar peraturan, sehingga ia akan berfikir berkali-kali untuk mengulangi hal yang sama. Apabila melihat sanksi yang tegas, maka orang lain pun akan segan untuk menirunya.
b. Pemerintah harus tegas menerapkan sanksi hukuman. Memberikan efek jera pada siswa yang melanggar peraturan, sehingga ia akan berfikir berkali-kali untuk mengulangi hal yang sama. Apabila melihat sanksi yang tegas, maka orang lain pun akan segan untuk menirunya.